Meraih Impian
Tanaman
hijau di persawahan membuat hati tenang melihatnya. Dedaunan pun melambai-lambai mengiringi sore itu.
Persawahan sore itu, dihiasi oleh seorang lelaki paruh baya. Beliau sesosok
lelaki pekerja keras dalam menghidupi keluarganya. Pak Ahmadlah namanya. Beliau mempunyai 3 anak yakni Zaki, Eva, dan
Hanifah. Zaki, anak pertamanya sedang berada di bangku SMA, sedangkan Eva dan
Hanifah keduanya masih mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar. Mereka hanyalah
keluarga sederhana yang tinggal di kampung kecil. Mereka ditinggal seorang ibu
kepangkuan Tuhan ketika Zaki berumur 12
tahun.
Suara Adzan
maghrib telah berkumandang. Keluarga pak Ahmad segera melaksanakan kewajiban.
Setelah sholat mereka bersantai di teras duduk disebuah bangku terbuat dari
pohon bambu.
"Pak,
1 bulan lagi aku sudah lulus SMA." Ucap Zaki.
"
Ya nak, semoga kamu lulus dengan nilai yang memuaskan." Doa ayahnya.
"
Aku ingin melanjutkan kuliah Pak." Kata Zaki.
Sesaat
kemudian bapaknya hanya terdiam merenung setelah Zaki berbicara ingin kuliah.
Ketika itu Zaki beranjak dari duduknya sembari izin untuk ke kamar mandi.
"Pak!" Eva memanggil.
"Pak!" Eva memanggil.
"Iya."
Jawab Pak Rahmat.
"Kenapa
Bapak diam saja?" Tanya Hanifah.
"Tidak
apa-apa." Jawab Pak Ahmad sambil memakan pisang goreng.
Suara
ayam berkokok telah terdengar. Zaki pun bangun lebih awal karena harus mencari
makanan untuk binatang ternaknya yaitu sapi. Zaki tergolong anak yang rajin.
Setiap pagi harus cari makanan untuk sapi, sekolah pulang sekolah harus
berjualan es lilin keliling kampung. Dia adalah tipe pekerja keras sifat yang
temurun dari bapaknya.
Jarum
jam menunjukkan pukul 06.30 Zaki bergegas berangkat sekolah.
"Pak,
saya berangkat dulu, assalamualaikum." Pamit Zaki.
"Ya,
sekolah yang benar nak, waalaikumsalam." Jawab bapaknya.
Zaki
melangkahkan kaki sejauh 500 cm dari tempat ia menuntut ilmu. Budi Mulya
namanya. Sekolah paling bagus dikampungnya dan sulit untuk masuk sekolah Budi
Mulya. Walaupun Budi Mulya sekolah paling bagus tetapi teknologinya masih
sangat minim karena tidak ada biaya untuk membeli peralatan tersebut. Tetapi
masalah prestasi dalam bidang yang lain Budi Mulya tak pernah ketinggalan.
Termasuk Zaki salah satu peraih-peraih karena Ia tergolong anak yang cerdas dan
mempunyai pemikiran yang luas.
Suara
lonceng terdengar keras. Dengan kelelahan Zaki langsung duduk dengan nafas yang
terdengar hebat. Guru pun masuk ke kelas dengan membawa map yang berisi
kertas-kertas putih.
"
Assalamualaikum, selamat pagi." Sapa guru.
"Waalaikumsalam, pagi Bu." Jawab Murid.
"Hari
ini kalian akan menerima lembaran-lembaran kertas yang isinya perguruan tinggi
mana yang ingin kalian tuju." Penjelasan guru.
Guru pun
membagikan kepada masing-masing murid. Mereka pun larut untuk mengisi lembaran
tersebut. Tetapi Zaki menyangga kepala sambil berfikir.
"Aku
ingin ke UI tetapi bapakku tidak mengizinkan" kata hatinya
Setelah
berfikir beberapa menit ia tetap menuliskan UI sebagai perguruan tinggi yang ia
pilih karena ia percaya melakukannya.
Satu
bulan telah terlewati saatnya pengumuman hasil UN-pun tiba dan Zaki mendapat
nilai yang terbaik. Dia pun sangat bahagia dan langsung memeluk bapaknya yang
pada saat itu mengambil hasil pengumuman. Bapaknya pun menitikkan air mata. Beliau
merasa bangga dengan prestasi-prestasi yang dicapai anaknya tetapi disamping
itu ia merasa sedih karena sudah tidak sanggup lagi untuk membiayai Zaki kuliah
karena harus membiayai kedua anak perempuannya.
Masa-masa
SNMPTN sudah didepan mata. Zaki dengan hati yang mantap ia mengikuti tes di
perguruan tinggi yang diinginkan dengan memilih jalur Bidik Misi dengan harapan
ia bebas dari biaya kuliah dan mendapatkan biaya hidup.
Kini
telah tiba pengumuman SNMPTN dengan hati berdebar Zaki dan temannya Adi pergi
ke warnet untuk melihat hasilnya.
Zaki
mulai mengetik website UI dan hasilnya ia diterima di Universitas Indonesia
jurusan Pendidikan Informatika TI (Teknologi Informatika). Ia mengambil jurusan
tersebut karena ingin memperdalam ilmu yang sedikit ia dapatkan di masa SMA dan
mengamalkan ilmunya dimasyarakat agar tidak ketinggalan perkembangan teknologi.
"
Zak, selamat ya." Ucap Adi.
"
Kamu juga ya." Ucap balik.
Dengan
tersenyum lebar mereka keluar dari bilik dan segera membayar. Dengan cepat Zaki
mengayuh sepeda agar segera sampai di rumah untuk memberikan kabar baik ini
untuk bapaknya.
"Bapak,
aku diterima di UI." Teriak Zaki dari luar.
"Alhamdulillah,
duduk dulu Zak!" Ajak bapaknya.
"
Zak, Bapak bersyukur kamu diterima tapi bapak minta maaf sudah tidak membiayai
kamu hanya doalah yang bapak berikan kepadamu." Ucapan Pak Ahmad.
"Iya
Pak, doa lebih dari segalanya, Zaki masuk UI juga dapat beasiswa bebas biaya
kuliah dan mendapatkan biaya hidup jadi bapak tidak usah memikirkan masalah
biaya." Jawabnya.
"Iya
tapi kamu tidak boleh santai-santai walaupun semua terjamin kamu harus bekerja
keras untuk tabunganmu." Nasihat bapaknya.
"Baik
pak, seminggu lagi saya akan beerangkat untuk PTMB." Ucapnya
"Baiklah,
kamu hati-hati di sana." Jawab bapaknya.
Zaki menuju
kamarnya untuk istirahat.
Hari
senin telah datang, satu minggu telah terlewati. Pagi itu matahari bersinar
terang bak hati Zaki yang bergembira riang. Pak Ahmad dan kedua adiknya
mengantar Zaki ke terminal untuk berangkat ke Jakarta.
Bus tujuan
Jakarta pun sudah datang pertanda Zaki harus berpisah untuk sementara dengan
kelurganya. Dengan langkah pasti Zaki masuk ke dalam Bus.
"Pak,
saya berangkat dulu doakan saya sukses." Pamit Zaki.
"Hati-hati
Bang." Teriak kedu adiknya.
Bus
berjalan dengan perlahan-lahan dan tangan kedua tangan Eva dan Hanifah
melambai-lambai. Perlahan bus itu hilang ditelan belokan-belokan jalan.
Keesokan
harinya pagi-pagi sekali ia bangun paling awal dari teman-teman barunya. Hal
itu sudah menjadi rutinitas Zaki jadi tidak terlalu sulit untuk melakukannya.
Ia pun
datang pagi-pagi ke kampus. Ia berputar-putar mengelilingi gedung fakultas
pendidikan. Tiba-tiba ada seorang cewek yang menghampirinya. Mereka pun
berkenalan satu sama lain.
"Hai….nama sampean sapa?"
Sapa Zaki dengan lugu.
"Maksud
loe nama apa?"
"Ya,
nama kamu."
"Ooh…namaku
Husna. Loe darimana sih?" Sahut Husna.
"Aku
tadi dari kamar mandi."
"Aduuuh….bukan
itu maksud gue. Tapi…Loe berasal dari daerah mana?"
"Owalah…ya
bilang to mbak dari tadi."
"Gue
kan udah bilang dari tadi."
"Iya
iya. Aku itu anak ndeso.
"kamu
ambil jurusan apa?." Tanya Husna.
"Aku
ambil jurusan Informatika. Jawab Zaki.
"Wah,
berarti kita sama."Sahut Husna.
Mereka saling
berbincang dengan panjang lebar sambil duduk dibangku panjang bawah pohon
beringin yang terasa sejuk dengan semilir-milir angin kota Jakarta.
" Zak,
aku minta PIN BB mu dong?" Tanya Husna.
"Aku
aja tidak punya HP Husna." Jawab Zaki.
Husna
hanya tersenyum dan menggerutkan dahi karena masih ada zaman sekarang yang
tidak punya HP.
Setelah
sekian lama berteman dengan baik, merekapun saling berdikusi tentang mata
kuliah yang belum mereka pahami karena Zaki sangat mahir dibidang selain IT. Sedangkan
Husna adalah mahasiswa yang paling pandai mengoperasikan alat teknologi yang
telah mereka hadapi di masa-masa kuliah. Dari pertemanan yang sudah berjalan
satu minggu itu mereka mempunyai agenda yaitu setiap satu minggu mereka akan
bertemu di suatu tempat untuk berdiskusi atau belajar kelompok unuk memecahkan
suatu masalah atau menciptakan suatu yang baru.
Beberapa menit kemudian, mereka berdua
sedang asyik belajar bersama di dalam kelas, Tiba-tiba datanglah dua orang
cewek yang muncul dari arah selatan kelas sebelah. Sebenarnya dua cewek
tersebut belum saling kenal, tapi entah mengapa dua cewek tersebut dengan wajah
yang penuh amarah berdiri di tengah pintu dengan mengeluarkan kata-kata yang
kurang baik untuk Zaki. Dua cewek tersebut bernama Irma dan Mifta.
Mereka
berdua langsung bicara keras dengan berpasang wajah sangat menyeramkan seperti
harimau yang sedang mengaum. Haha.
"Hei…Kamu
ini anak mana sih! Kok kelihatannya Kamu gaptek banget." Sentak Irma.
"Aku
anak Kediri. Oow iya..Gaptek itu apa to?" Respon Zaki dengan agak takut.
"Haduuh….pantesan
aja lah, ternyata Kamu anak ndeso ya." Jawab Irma.
Mifta
menambahnya dengan centil, "Gaptek itu gagap teknologi maksudnya ya
kamu masih belum bisa mengoperasikan alat-alat komunikasi yang sudah canggih
seperti ini, dan kata kasarnya kamu itu "KETINGGALAN JAMAN!!"
Anak-anak
yang lain pun tersentak diam ketika Mifta berteriak dengan keras.
"Hai,
kampus kita terdapat mahasiswa "gaptek". Olok Mifta.
"Masak,
Universitas terbagus seantero Negara Indonesia bisa memilih mahasiswa seperti
dia." Tambah Irma.
Dengan
bibir mencibir kedua cewek tersebut meninggalkan kelas Zaki dan Irma lalu pergi dengan menutup pintu secara keras.
Beberapa menit kemudian Zaki dan Husna keluar dari ruangan tersebut lalu
ngobrol-ngobrol di taman kampus.
"Kamu
yang sabar ya Zak.Memang Irma dan Mifta itu anaknya seperti itu. Kasar dan suka
tega terhadap teman." Tutur Husna pada Zaki.
"Iya
Hus..aku belajar sabar dengan apa yang aku hadapi seperti ini. Makasih ya sudah
mau memberi saran padaku." Jawab Zaki dengan tersenyum.
"Eeh,
betul juga apa kata Irma?" Tanya Zaki
"Sudahlah
dibalik itu semua kan kamu punya banyak kelebihan yang lain."Jawab Husna.
"Sudah
tidak usah difikirkan kamu masuk ke sini kan juga mengikuti seleksi yang bisa
mengalahkan banyak anak yang lain." Tambah Husna.
Setelah
itu mereka langsung menuju ke tempat parkir untuk mengambil sepedanya masing-masing
dan pulang ke kos.
Suatu hari dosen yang mengajar Zaki tidak bisa
hadir karena mengemban tugas dari rektor untuk mengikuti seminar di luar kota
dalam satu minggu kedepan. Dalam kurun waktu satu minggu, dosen tersebut
menyuruh mahasiswanya untuk mencoba membuat alat yang super canggih tetapi
minimalis. Pada keesokan harinya, Husna membawa IPAD. Dengan pedenya
Zaki bertanya-tanya tentang alat itu.
"Hai
Husna, ini alat apa?" Tanya Zaki dengan penasaran.
"Ooh…ini
alat untuk mengerjakan tugas-tugas dan bisa di bawa ke mana-mana." Jelas
Husna.
"Kamu
ingin mencobanya?" Tanya Husna lagi.
"Canggih
ya. Hehe….ya pingin sih, tapi...kalau nanti aku tidak bisa mengoperasikan terus
tiba-tiba rusak gimana?"
Husna
menjawab dengan lembut "Kamu pasti bisa kok Zak, coba aja nggak apa."
"Eemb…tidak
usah aja deh." Jawab Zaki dengan ragu.
Sekitar
pukul 15.00 Zaki sampai di kosnya. Dia langsung mandi dan setelah itu berbaring
di kamar tidurnya. Ternyata dia sedang
melamun dan memikirkan tugas yang diberikan oleh dosennya beberapa hari yang
lalu. Tiba-tiba dia menemukan sebuah ide dan berinsiatif untuk membuat sebuah
buku elektronik yang bekerja seperti IPAD, namun terisi
pelajaran-pelajaran. Yaitu dapat membantu pelajar untuk menyerap pelajaran
dengan mudah. Jika ingin menulis, mereka hanya perlu berbicara dengan jelas ke
arah speaker. Dan secara otomatis buku elektronik tersebut mencetak kalimat
tersebut menjadi tulisan dalam buku elektronik.
Hal pertama yang dilakukan oleh Zaki
adalah mencari tahu bagaimana cara kerja IPAD, juga struktur-struktur
yang ada di dalamnya kemudian dia mencari tahu tentang bagaimana kerja suara
dalam kinerja alat elektronik. Begitu selesai Zaki mulai mencari bahan-bahan
yang dibutuhkan, dari membeli IPAD bekas, clup micro, speaker
micro, dan lain-lain.
Dibantu oleh temannya Husna, Zaki mulai
merakit alat buatannya tersebut. Dalam waktu satu minggu alatnya sudah jadi
sekitar 50%. Dosennya sangat tertarik dengan alat buatan Zaki, dan dosen pun
merekomendasikan alat buatan Zaki ke kampus untuk dibantu biaya penelitian
hingga alat tersebut dapat dioperasikan.
"Kamu
dapat ide untuk membuat ini darimana?" Tanya dosen pada Zaki penasaran.
"Waktu
itu saya lihat teman saya Husna membawa benda yang namanya IPAD. Saya
sangat kagum dengan benda tersebut Pak, karena saya fikir benda itu begitu
canggih, alatnya kecil, mudah dibawa kemana-mana, dan bisa diisi dengan
berbagai file-file penting. Jadi saya berfikir mungkin jika alat tersebut
diciptakan akan sangat menguntungkan. Apalagi untuk para pelajar ataupun mahasiswa
hanya perlu membawa satu alat yang sudah ada berbagai materi-materi pelajaran.
Dengan alat ini akan mencetak suara menjadi tulisan." Jawab Zaki dengan
jelas.
Dosennya
manggut-manggut "Lalu bagaimana dengan biaya tentang ide kamu itu?"
"Itu
dia Pak, masalah yang saya hadapi. Saya keterbatasan biaya untuk merealisasikan
ide saya." Jawab Zaki.
Tentang ide Zaki itu sudah menyebar ke
seluruh mahasiswa di kampus Zaki kuliah. Teman-teman Zakipun banyak yang
terkejut dan tidak percaya dengan ide Zaki itu. Pasalnya Zaki sudah terkenal
sebagai mahasiswa yang gaptek.
"Heh
anak desa!! Denger-denger kamu yang punya ide itu ya. Emangnya kamu
bisa??" Kata Irma dengan sinis.
"Ya
jelas nggak bisa lah. Anak desa mana mungkin bisa buat karya seperi itu."
Ledek Mifta.
"Ide
sih boleh ada, tapi buat alatnya mana bisa." Tambah Mifta.
"Iya,
itu memang dari ide aku. Aku memang anak desa. Jangan mentang-mentang kalian
anak kota, kalian bisa menghinaku seperti ini." Bantah Zaki.
"Ok!
Kita nggak akan menghina kamu lagi kalau kamu bisa bikin alat itu." Ucap
Irma menantang.
"Baik
akan ku buktikan kalau aku bisa buat alat itu." Jawab Zaki lalu
meninggalkan Irma dan Mifta.
Selama
beberapa hari Zaki terus berfikir bagaimana mendapatkan dana. Dia pun mendapat
ide mengajukan proposal ke kampusnya untuk membantu biaya penelitian alatnya.
Namun, malang nasib Zaki. Proposal itu ditolak oleh pihak kampus. Namun dosen
Zaki tetap berada di pihak Zaki. Dosen itupun hanya bisa memberi support
pada Zaki.
"Husna.
Proposalku ditolak oleh pihak kampus." Kata Zaki dengan wajah pasrah.
"Kamu
yang sabar ya. Kamu jangan nyerah." Hibur Husna.
"Aku
bingung. Aku bisa dapat uang untuk membuatnya darimana?" Ujar Zaki.
"Gimana
kalau kamu kerja." Saran Husna.
"Aku
sempat berfikir untuk kerja, tapi aku gak tau aku harus kerja apa." Jawab
Zaki bingung.
"Kebetulan
banget. Omku baru aja buka restoran. Dia lagi butuh pelayan. Kamu mau gak jadi
pelayan?" Tanya Husna.
"Iya
aku mau. Aku mau kerja apa saja buat bisa dapat duit." Jawab Zaki.
Akhirnya Zaki bekerja sebagai pelayan
setelah pulang dari kampus sampai malam. Hasil dari bekerja ia sisihkan untuk
ditabung. Setelah uangnya dirasa cukup ia segera membeli bahan-bahan yang
dibutuhkan. Ia mulai mengotak-atiknya ketika ada waktu luang. Ia begitu
bersemangat. Ia ingin membuktikan kepada semua orang bahwa ia bisa membuatnya
dan ingin orang tuanya bangga atas prestasinya.
Akhirnya dalam kurun waktu dua bulan
sebuah buku elektronik itupun jadi. Dosennyapun sangat tertarik dengan alat itu
dan sangat senang ketika Zaki berhasil membuatnya.
Karena
Zaki terkenal sebagai mahasiswa yang gaptek beberapa mahasiswa tidak percaya
dengan hasil buatannya. Mendengar gosip itu Zaki langsung bergegas ke rumah
dosennya dan meminta solusi bagaimana agar dia bisa membuktikan bahwa dialah
yang membuat alat itu.
"Baiklah.
Saya yang akan mengurus ini semua. Kamu gak usah khawatir dengan
teman-temanmu." Jawab dosen dengan santai.
"Ya
sudah Pak. Terima kasih banyak ya Pak." Jawab Zaki.
Tepat tiga
minggu berlalu hasil karya Zaki dipertontonkan di halaman kampus untuk uji coba
apakah berhasil atau tidak. Ternyata semua itu memuaskan. Semua teman-temannya
yang menyepelekan Zaki kini mereka semua bertepuk tangan atas hasil karya yang
diciptakannya.
Berjalannya
waktu, tidak terasa ia sudah semester akhir dan ia tetap bertahan sebagai
mahasiswa yang berprestasi dan berpengetahuan tinggi. Karena hal ini, Zaki
dijuluki sebagai master teknologi di kampusnya dan julukan manusia gaptek kini
hilang lenyap bak ditelan bumi. Zaki hanya tersenyum ketika ia dijuluki sebagai
master. Ia pun juga sebagai asisten dosen.
"Jurusan
pendidikan informatika memang tidak salah aku pilih tapi aku tidak boleh bangga
karena perjalanankku masih panjang. Aku belum mewujudkan keinginanku aku ingin
mengubah image masyarakat desaku sebagai manusia gaptek ."Gumamnya.
Keesokan
harinya ketika Zaki diruang kampusnya, tiba-tiba ada salah satu temanya yang
memanggil dan memberitahunya bahwa ia dipanggil ke ruang dosen. Pada saat itu
pula Zaki ditanya-tanya tentang perkuliahan dan pekerjaan. Tidak lama kemudian,
Zaki mandapat tawaran beasiswa untuk melanjutkan S2 nya di Australia karena
berhasil menciptakan teknologi yang canggih. Selain itu, Zaki juga berkeinginan
untuk bekerja. Hal itu diberikan waktu 5 hari oleh dosen untuk memberi keputusan.
Zaki pun menyetujuinya dan mereka telah bersepakat.
Dalam
kurun waktu 4 hari dia berfikir jernih karena ini menyangkut masa depannya dan
untuk mengubah kehidupan keluarganya.
Lima
hari telah usai tepat hari senin ia dipanggil dosen dan Zaki memutuskan untuk
tidak menerima tawaran tersebut. Dia ingin pulang kampung untuk mengabdikan
dirinya kepada keluarga dan masyarakatnya.
Sesampai
dikampung, Ia membuka sekolah kecil berbasis IT. Selang waktu 2 Tahun sekolah
tersebut berkembanng dengan pesat dengan meraih beberapa prestasi-prestasi.
Sungguh bangga Zaki karena harapannya bisa terkabulkan.
Kini ia
bisa mengubah hidup keluarga dan menciptakan alat-alat yang canggih. Dan
membiayai kedua adiknya hingga S2. Kedua adiknya pun mengambil jurusan Teknik
Informatika. Zaki pun juga bisa mengubah masyarakat desanya yang dahulu
ketinggalan perkembangan teknologi kini mereka sudah pandai mengakses berbagai
informasi dari bidang IT.
Teknologi
memang sangat dibutuhkan bagi kehidupan dan tanpa teknologi kita miskin
informasi. Dengan teknologi pun kita dapat mengubah nasib.
0 komentar:
Posting Komentar